Kuala Lumpur/Jakarta, 28 September 2025 – Keputusan mengejutkan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) menjatuhkan sanksi berat kepada Asosiasi Sepak Bola Malaysia (FAM) dan tujuh pemain naturalisasi karena pemalsuan dokumen berbuntut panjang. Alih-alih fokus pada akar permasalahan, sejumlah tokoh dan warganet Malaysia justru melontarkan tudingan liar yang menyebut Indonesia sebagai “dalang” atau pihak di balik layar yang menyabotase sepak bola Malaysia.
Tuduhan ini bermula dari spekulasi yang dilontarkan oleh tokoh sepak bola berpengaruh di Malaysia, Tunku Ismail Sultan Ibrahim (TMJ), yang juga merupakan pemilik klub Johor Darul Ta’zim (JDT). Melalui akun media sosialnya, TMJ mempertanyakan keputusan FIFA yang dianggap “mendadak,” padahal FAM mengklaim FIFA sebelumnya telah menyetujui kelayakan para pemain tersebut.
“Kenapa keputusan (FIFA) berubah sekarang? Apa yang mendasari keputusan mendadak seperti ini? Adakah entitas luar yang memengaruhi keputusan FIFA?” tulis TMJ, sambil menyinggung keberadaan “seseorang di New York” saat sanksi itu diumumkan.
Spekulasi Liar Menyeret Nama Indonesia
Meskipun TMJ tidak menyebut nama negara secara langsung, unggahan tersebut diperkuat oleh pernyataan jurnalis olahraga Malaysia, Zulhelmi Zainal Azam, yang menyebut adanya “entitas dari luar negeri yang berusaha menyabotase tim nasional karena khawatir dengan kebangkitan Harimau Malaya.”
Frasa “entitas luar” yang “dekat dengan puncak kepemimpinan tertinggi FIFA” ini secara cepat diarahkan oleh warganet Malaysia ke Indonesia dan Vietnam. Tudingan terhadap Indonesia semakin menguat karena adanya isu yang dikaitkan dengan pertemuan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dengan Presiden FIFA, Gianni Infantino, di New York beberapa waktu sebelumnya. Tudingan ini juga secara tidak langsung menyeret Ketua Umum PSSI, Erick Thohir.
Warganet Malaysia meyakini bahwa Indonesia, yang kini sedang gencar membangun tim nasional melalui program naturalisasi, merasa terancam dengan kemajuan pesat Malaysia, sehingga mengambil langkah “sabotase” untuk menjegal rival Asia Tenggara mereka.
Indonesia Dituduh Dalang FIFA Baned Sepak Bola Malaysia (FAM)
Reaksi Keras dan Seruan Introspeksi dari Indonesia
Tuduhan tak berdasar ini sontak memicu reaksi keras dari publik dan warganet Indonesia. Banyak yang menanggapi dengan nada sindiran dan meminta pihak Malaysia untuk berintrospeksi diri.
“Untuk rakyat Malaysia coba kalian pikir, untuk apa Erick Thohir dan Prabowo sabotase Malaysia? Kalau mau sabotase, lebih baik sabotase Arab Saudi dan Irak yang jelas-jelas jadi lawan kuat di Kualifikasi Piala Dunia,” balas salah satu warganet Indonesia di media sosial.
Warganet Indonesia berpendapat bahwa sanksi FIFA adalah konsekuensi logis dari pelanggaran serius yang dilakukan oleh FAM, yaitu pemalsuan dokumen pemain naturalisasi, yang melanggar Pasal 22 Kode Disiplin FIFA. Pihak Indonesia menekankan bahwa skandal ini bukan masalah rivalitas regional, melainkan isu integritas dan kepatuhan terhadap hukum FIFA.
Komite Disiplin FIFA sendiri telah menyatakan secara jelas bahwa FAM menggunakan “dokumentasi yang diubah” untuk mendaftarkan tujuh pemain, sehingga tidak ada keraguan mengenai dasar hukuman yang dijatuhkan.
Fokus Tetap Pada Pelanggaran Integritas FAM
Sanksi FIFA ini menghukum FAM dengan denda 350.000 Franc Swiss dan menjatuhkan larangan beraktivitas sepak bola selama 12 bulan kepada ketujuh pemain yang terlibat. Dampak paling serius adalah potensi pembatalan (forfeit) hasil kemenangan 4-0 Malaysia atas Vietnam di Kualifikasi Piala Asia 2027.
Tuduhan sabotase ini dinilai sebagai upaya pengalihan isu dari masalah substansial yang sebenarnya, yaitu kegagalan FAM dalam memverifikasi keabsahan dokumen pemain mereka. Meskipun FAM telah menyatakan akan mengajukan banding, mayoritas media dan pengamat di kawasan Asia Tenggara menyoroti aib nasional akibat pemalsuan dokumen, bukan konspirasi eksternal. bolaqiuqiu
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua federasi di Asia Tenggara tentang pentingnya mematuhi regulasi FIFA secara ketat, dan bahwa program naturalisasi harus dijalankan dengan integritas dan transparansi penuh. Tuduhan terhadap Indonesia, tanpa bukti yang jelas, hanya menambah panas persaingan regional yang seharusnya lebih fokus pada pengembangan kualitas sepak bola di lapangan.
