Jakarta – Purbaya Yudhi Sadewa selaku Menteri Keuangan menegaskan bahwa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap di perbankan bisa menjadi objek pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal ini disampaikan usai temuan bahwa simpanan dana pemerintah daerah (pemda) di bank mencapai angka yang cukup besar hingga kuartal III tahun 2025.
Purbaya menyebutkan, realisasi belanja daerah hingga September 2025 baru mencapai sekitar 51,3 % dari total pagu APBD nasional, yaitu Rp 712,8 triliun dari pagu Rp 1.389 triliun. Karena rendahnya serapan belanja, timbullah akumulasi dana pemerintah daerah yang “nganggur” di bank hingga mencapai Rp 234 triliun.
Lebih lanjut, Purbaya mengungkap bahwa sebagian simpanan daerah itu disimpan dalam bentuk giro atau rekening operasional di bank, bukan deposito. Dalam pernyataannya, ia menyoroti bahwa simpanan di giro bisa justru merugikan karena bunga yang lebih rendah, sehingga menimbulkan potensi kerugian negara. “Kenapa ditaruh di giro kalau begitu, pasti nanti akan diperiksa BPK itu,” tegas Purbaya.
Situasi ini memunculkan protestasi dari beberapa kepala daerah. Sebagai contoh, Gubernur Dedi Mulyadi (Jawa Barat) membantah bahwa Pemprov Jawa Barat memiliki dana Rp 4,1 triliun mengendap dalam deposito; menurutnya, yang ada adalah sejumlah dana di kas daerah dalam bentuk giro. Namun Purbaya tetap pada pendiriannya bahwa data yang ia rujuk berasal dari Bank Indonesia (BI) dan direktif untuk pemda cukup jelas: segera percepat penyerapan belanja dan hindari menumpuk dana di bank tanpa aktivitas yang produktif.
Apa yang ditekankan Purbaya?
Pertama, ia meminta agar pemda segera mempercepat realisasi belanja APBD terutama yang bersifat produktif, contohnya belanja modal yang berdampak langsung pada pembangunan dan lapangan kerja.
Kedua, Purbaya mengingatkan bahwa akumulasi dana di bank bukan hanya persoalan efisiensi, tetapi juga tata kelola keuangan — apabila dana terlalu lama menganggur, potensi risiko baik bagi ekonomi daerah maupun audit oleh BPK akan meningkat.
Ketiga, ia menegaskan bahwa untuk tahun depan, sistem transfer dana ke daerah akan diubah agar lebih cepat — diharapkan pengiriman ke pemda bisa dilakukan lebih awal agar pemda tidak perlu menampung uang untuk awal tahun berikutnya.
Tantangan bagi Pemda
Beberapa pemda yang disebut memiliki simpanan besar kini menghadapi tekanan untuk menjelaskan alokasi dan penggunaan dana tersebut. Purbaya memperingatkan bahwa BPK akan melihat apakah penempatan dana dan bunga yang diperoleh masuk akal atau justru merugikan negara. Apabila ditemukan bahwa dana itu semata disimpan tanpa aktivitas produktif atau dengan struktur yang kurang tepat, maka potensi pemeriksaan atau audit bisa meningkat.
Selain itu, data yang berbeda antara BI dan Kementerian Dalam Negeri turut menambah kompleksitas — misalnya BI mencatat Rp 233,97 triliun sebagai saldo pemda di bank, sementara Kemendagri mencatat Rp 215 triliun. Perbedaan data ini diyakini memerlukan koreksi dan klarifikasi bersama, namun Purbaya memilih untuk tidak langsung melakukan pertemuan dengan kepala daerah untuk membahas data tersebut.
Makna bagi Perekonomian Daerah
Penundaan belanja daerah dan akumulasi dana mengendap punya implikasi ekonomi yang cukup serius. Pertama, jangkauan multiplier belanja daerah menjadi terhambat—misalnya belanja modal turun lebih dari 31 % dibanding periode serupa tahun sebelumnya. Kedua, kecepatan perputaran anggaran daerah menjadi melambat, yang pada akhirnya mempengaruhi kegiatan ekonomi lokal.
Dalam perspektif pembenahan keuangan daerah, langkah Menkeu Purbaya ini dapat dilihat sebagai pendorong untuk lebih disiplin dalam perencanaan, eksekusi dan monitoring belanja APBD. Dengan pengawasan yang makin ketat dari pusat dan potensi audit mendalam oleh BPK, pemda didorong agar lebih proaktif dan transparan dalam pengelolaan kas.
Kesimpulan
Dengan tegas, Purbaya mengingatkan bahwa “uang daerah yang mengendap” bukan sekadar soal teknis penempatan dana, tetapi juga soal integritas pengelolaan keuangan dan tanggung jawab terhadap publik. Pemda yang masih menumpuk dana tanpa aktivitas produktif perlu segera menata ulang strategi belanja dan pengelolaan kasnya, karena pengawasan dari BPK sudah di depan mata. bolaqiuqiu
Kebijakan ini diharapkan tidak hanya menyelesaikan persoalan akumulasi dana mengendap, tetapi juga memperkuat tata kelola keuangan daerah yang baik demi mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.