
Pada tanggal 30 Juli 2025, dunia pertahanan Indonesia mencatat momen bersejarah dengan penampakan perdana jet tempur Rafale milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) di fasilitas produksi Dassault Aviation, Bordeaux, Prancis. Pesawat dengan nomor seri T-0301, varian Rafale B, menjadi bukti nyata kemajuan kontrak pembelian alutsista strategis yang ditandatangani sejak Februari 2022. Kehadiran jet tempur canggih ini menandai langkah besar Indonesia dalam memperkuat kekuatan udaranya, sekaligus menunjukkan komitmen kuat dalam kerja sama pertahanan dengan Prancis.
Rafale B dengan nomor seri T-0301 adalah bagian dari pesanan awal sebanyak 24 unit, di mana enam unit saat ini dalam tahap produksi aktif. Pada awal 2025, Indonesia mengaktifkan opsi tambahan untuk 18 unit lagi, sehingga total pesanan mencapai 42 jet tempur. Penampakan ini menarik perhatian media internasional, dengan laporan dari berbagai sumber seperti Scramble dan Defence Security Asia menyebutkan bahwa pengiriman unit pertama dijadwalkan pada awal 2026. Proses produksi yang berjalan sesuai jadwal menunjukkan kesiapan Dassault Aviation untuk memenuhi komitmennya, sekaligus menjadi sinyal positif bagi modernisasi alutsista TNI AU.
Penampakan Perdana Jet Tempur Rafale Milik Indonesia di Pabrik Prancis
Varian Rafale B yang dipilih Indonesia dirancang dengan dua kursi (tandem-seat), memungkinkan pelatihan sekaligus misi tempur dalam satu platform. Pesawat ini dilengkapi teknologi canggih seperti radar AESA jarak jauh, sensor fusion lanjutan, dan suite peperangan elektronik Spectra, menjadikannya salah satu jet tempur generasi 4.5 terbaik di dunia. Kemampuan serbaguna ini akan mendukung berbagai misi, mulai dari udara-ke-udara, udara-ke-darat, hingga pengintaian strategis, yang sangat relevan untuk menghadapi dinamika ancaman di kawasan Indo-Pasifik.
Penampakan T-0301 juga menjadi sorotan karena menjadi bagian dari strategi jangka panjang Indonesia untuk menggantikan armada lama seperti F-16 dan Sukhoi Su-27/30 yang mulai menua. Dengan total 42 unit, TNI AU akan memiliki kekuatan udara yang lebih modern dan terpadu, mampu melindungi kedaulatan nasional, khususnya di wilayah strategis seperti Selat Melaka dan Laut Natuna. Selain itu, kerja sama ini melibatkan transfer teknologi (ToT) dan offset industri, di mana PT Dirgantara Indonesia (PTDI) akan berperan dalam rantai pasok global dan pengembangan fasilitas maintenance, repair, and overhaul (MRO).
Kehadiran Rafale juga memiliki implikasi geopolitik yang signifikan. Di tengah meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan, penguatan armada jet tempur Indonesia dianggap sebagai langkah balas terhadap ancaman “grey zone” dan pencerobohan ruang udara. Media asing memprediksi bahwa dengan 66 unit Rafale F4 yang berpotensi dioperasikan di masa depan (termasuk opsi tambahan), Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan udara terkuat di Asia Tenggara, menyaingi negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. bolaqiuqiu
Namun, proyek ambisius ini juga menuai sorotan terkait anggaran dan utang negara. Beberapa pihak mempertanyakan prioritas pengadaan alutsista dalam kondisi ekonomi yang menantang. Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa investasi ini adalah bagian dari visi jangka panjang untuk menjaga stabilitas nasional dan memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional.
Penampakan perdana Rafale di Bordeaux menjadi simbol harapan baru bagi TNI AU. Dengan jadwal pengiriman yang semakin dekat, persiapan infrastruktur seperti pangkalan udara di Lanud Rusmin Nuryadin, Pekanbaru, tengah dipercepat. Momen ini tidak hanya menandai kemajuan teknologis, tetapi juga memperkuat diplomasi pertahanan Indonesia, membuka babak baru dalam sejarah kekuatan udara nasional.