
BolaQiuQiu – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengeluarkan pernyataan tegas terkait kebijakan tarif perdagangan yang diberlakukan terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Dalam surat resmi yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, Trump menegaskan bahwa AS akan menerapkan tarif sebesar 32% untuk semua produk asal Indonesia yang masuk ke pasar AS mulai 1 Agustus 2025. Ia juga memperingatkan Indonesia agar tidak membalas dengan menaikkan tarif impor terhadap produk AS, dengan ancaman bahwa setiap kenaikan tarif dari Indonesia akan ditambahkan ke tarif 32% yang telah ditetapkan
Kebijakan tarif resiprokal ini merupakan bagian dari strategi proteksionisme ekonomi Trump untuk mengurangi defisit perdagangan AS dengan mitra dagangnya. Menurut Trump, defisit perdagangan AS dengan Indonesia, yang mencapai 14,34 miliar dolar AS pada 2024, dianggap sebagai ancaman terhadap ekonomi dan bahkan keamanan nasional AS. Dalam pernyataannya melalui platform Truth Social, Trump menyebutkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengoreksi ketidakseimbangan perdagangan akibat tarif dan hambatan non-tarif yang diterapkan Indonesia selama bertahun-tahun.
Trump Tegaskan Ancaman Tarif, Indonesia Diperingatkan untuk Tidak Menaikkan Tarif ke AS
Surat Trump kepada Presiden Prabowo menegaskan bahwa tarif 32% ini masih lebih rendah dari tarif yang dikenakan Indonesia terhadap produk AS, yang diklaim mencapai 64%. Trump juga menyoroti kebijakan non-tarif Indonesia, seperti persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan aturan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA), sebagai hambatan perdagangan yang merugikan AS. Ia menawarkan solusi bahwa tarif ini dapat dihapus jika perusahaan Indonesia memindahkan produksi atau membangun pabrik di AS, dengan janji proses perizinan yang cepat dan profesional.
Pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, memilih jalur diplomasi untuk menanggapi kebijakan ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa Indonesia akan melanjutkan negosiasi dengan AS selama 60 hari ke depan untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Dalam pertemuan dengan perwakilan AS, Indonesia telah menawarkan peningkatan impor produk energi dan agrikultur dari AS sebagai bagian dari strategi untuk menurunkan keteg waiveangan perdagangan. Airlangga menegaskan bahwa AS tetap merupakan mitra strategis, sehingga retaliasi dengan menaikkan tarif impor dari AS bukanlah opsi utama.
Namun, kebijakan tarif ini diperkirakan akan berdampak signifikan pada perekonomian Indonesia, terutama sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur, yang bergantung pada pasar AS. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor Indonesia ke AS pada 2024 mencapai 26,4 miliar dolar AS, dengan komoditas utama seperti pakaian rajutan (60,5% diserap AS) dan furnitur (58,2%). Tarif 32% ini dapat mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar AS, berpotensi menyebabkan penurunan ekspor, perlambatan produksi, dan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Industri tekstil, yang mempekerjakan 3,98 juta tenaga kerja pada 2025, dan furnitur, dengan 962.000 pekerja pada 2023, menjadi sektor yang paling rentan.
Ekonom dari Universitas Gadjah Mada, Muhammad Edhie Purnawan, menyebutkan bahwa meskipun kebijakan ini menimbulkan ancaman, ada peluang yang dapat dimanfaatkan. Dengan tarif Indonesia (32%) lebih rendah dibandingkan negara seperti Vietnam (46%) dan Kamboja (49%), Indonesia dapat menarik pangsa pasar ekspor pakaian dan alas kaki di AS. Ia juga menyarankan diversifikasi pasar ekspor ke ASEAN, Eropa, dan Timur Tengah, serta memperkuat diplomasi ekonomi untuk menegosiasikan penurunan tarif.
Pemerintah Indonesia diharapkan segera merumuskan strategi terintegrasi, termasuk penyederhanaan regulasi ekspor, pemberian insentif bagi sektor terdampak, dan penguatan ketahanan ekonomi domestik. Dengan volatilitas pasar global yang meningkat, seperti penurunan indeks S&P 500 sebesar 10,53% dan Nikkei 225 sebesar 5,44% pada awal April 2025, Indonesia perlu bergerak cepat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah tekanan perdagangan global. bolaqiuqiu
Kebijakan tarif Trump ini, yang sempat ditunda selama 90 hari pada April 2025, kini kembali menjadi sorotan setelah pengadilan banding federal AS memberlakukannya kembali pada Mei 2025. Dengan ancaman tambahan tarif 10% untuk negara-negara BRICS, termasuk Indonesia, pemerintah harus cermat dalam merespons dinamika perdagangan global untuk melindungi kepentingan nasional.