
Jakarta, 28 Juli 2025 – Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengumumkan rencana kebijakan baru untuk memblokir rekening bank yang tidak aktif selama tiga bulan berturut-turut. Kebijakan ini diumumkan dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (28/7/2025), sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan efisiensi sistem perbankan, mencegah penyalahgunaan rekening, dan mendukung transformasi digital di sektor keuangan.
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, kebijakan ini bertujuan untuk membersihkan data rekening yang sudah tidak digunakan, yang kerap menjadi celah untuk aktivitas ilegal seperti pencucian uang atau penipuan. “Kami menemukan jutaan rekening tidak aktif yang masih terdaftar di sistem perbankan. Ini tidak hanya membebani bank, tetapi juga berpotensi disalahgunakan untuk kejahatan keuangan,” ujar Sri Mulyani. Berdasarkan data OJK, hingga Juni 2025, terdapat sekitar 12 juta rekening bank di Indonesia yang tidak menunjukkan aktivitas transaksi selama lebih dari 90 hari.
Pemerintah Berencana Memblokir Rekening Tidak Aktif Selama Tiga Bulan
Kebijakan ini akan berlaku untuk rekening tabungan dan giro, baik milik individu maupun badan usaha, yang tidak mencatatkan transaksi seperti setoran, penarikan, atau transfer selama tiga bulan. Rekening yang terdeteksi tidak aktif akan masuk dalam status “dormant” dan diberi peringatan melalui notifikasi elektronik atau surat resmi oleh bank terkait. Jika pemilik rekening tidak merespons dalam waktu 30 hari setelah peringatan, rekening akan diblokir sementara. Untuk mengaktifkan kembali, pemilik harus melakukan verifikasi identitas di bank atau melalui platform digital yang disediakan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menjelaskan bahwa kebijakan ini juga sejalan dengan agenda digitalisasi perbankan. “Kami mendorong masyarakat untuk beralih ke layanan perbankan digital yang lebih efisien. Rekening tidak aktif sering kali terkait dengan ketidakpahaman teknologi atau lupa, dan kami ingin membantu masyarakat lebih aktif mengelola keuangan mereka,” katanya. OJK juga telah meminta bank untuk menyediakan kanal pengaduan dan edukasi guna membantu nasabah memahami kebijakan ini.
Namun, rencana ini menuai beragam tanggapan. Asosiasi Bank Umum Indonesia (ABUI) menyambut baik kebijakan ini karena dapat mengurangi beban operasional bank dalam mengelola rekening tidak aktif. Direktur Eksekutif ABUI, Budi Santoso, menyebutkan bahwa biaya pemeliharaan rekening dormant mencapai ratusan miliar rupiah per tahun. “Dengan pemblokiran ini, bank bisa lebih fokus pada inovasi layanan dan keamanan sistem,” ujarnya.
Di sisi lain, kebijakan ini memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama mereka yang memiliki rekening dengan saldo kecil atau jarang digunakan, seperti rekening untuk tabungan darurat atau simpanan anak. Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, memperingatkan bahwa kebijakan ini bisa berdampak pada masyarakat kelas menengah ke bawah yang kurang melek teknologi. “Pemerintah harus memastikan sosialisasi yang masif dan akses verifikasi yang mudah, terutama untuk warga di daerah terpencil,” katanya. Faisal juga menyarankan agar rekening dengan saldo di bawah Rp 100.000 dikecualikan dari kebijakan ini untuk menghindari ketidakadilan.
Untuk mengatasi kekhawatiran tersebut, OJK berjanji akan menerapkan masa transisi selama enam bulan sebelum kebijakan ini berlaku penuh pada Januari 2026. Selama periode ini, bank diwajibkan melakukan sosialisasi intensif melalui media sosial, aplikasi perbankan, dan cabang fisik. Pemerintah juga bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk mengintegrasikan sistem verifikasi dengan data kependudukan digital guna mempermudah proses reaktivasi rekening. bolaqiuqiu
Kebijakan ini diharapkan tidak hanya meningkatkan efisiensi sektor perbankan, tetapi juga mendorong literasi keuangan masyarakat. Sri Mulyani menegaskan bahwa dana di rekening yang diblokir tidak akan hangus, melainkan tetap aman dan dapat diakses kembali setelah verifikasi. “Ini bukan soal menyulitkan, tetapi melindungi masyarakat dan memperkuat sistem keuangan kita,” tutupnya. Dengan langkah ini, pemerintah berharap Indonesia dapat mempercepat transformasi menuju ekonomi digital yang lebih aman dan inklusif.